Sejarah Singkat Ajaran Agama Hindu dan Buddha

Sejarah Singkat Ajaran Agama Hindu dan Buddha


Sejarah Singkat Ajaran Agama Hindu dan Buddha - Ajaran Hindu dan Buddha adalah agama dan kebudayaan yang berkembang mula-mula dari hasil akulturasi dan sinkretisme kepercayaan masyarakat yang terletak di Sungai Indus dan Gangga, India. Ajaran agama Hindu diyakini lahir sejak kedatangan bangsa Arya di Lembah Sungai Indus. Sedangkan ajaran agama Buddha lahir oleh akibat dari adanya protes terhadap sistem kasta yang terdapat di dalam ajaran agama Hindu. Di bawah ini akan dijelaskan secara singkat tentang ajaran agama Hindu dan Buddha.

Sejarah Ajaran Agama Hindu


Apa yang dinamakan sebagai ajaran Hindu adalah sekelompok sistem keyakinan yang relatif terkini, berasal dari adaptas-adaptasi lokal dari keyakinan Veda sampai pada sistem-sistem keyakinan India kuno. Semua sistem keyakinan ini dikembangkan oleh para Brahmana sebaai reaksi atas perkembangan ajaran Budha. Dogma-dogma utama dari ajaran Hindu dikembangkan oleh dua epek besar (Maha Barata dan Ramayana), yang ditulis kira-kira pada awal kristen.

Ajaran hindu di Indo – melayu kira kira mengkuti pola perkembangan ajaran hindu di hindia: dari awal ajaran hindu sampai abad 7 M, ajaran wisnu (pemujaan wisnu sebagai dewa tertinggi) menjadi ajaran yang dominan, kemudian dari abad ke 7, Siwaisme (pemujaan siwa sebagai dewa tertinggi) menjadi lebih populer. 

Ajaran siwa di anut oleh banyak pedagang seperti halnya ajaran Buddha, dan sebuah jaringan penmukiman penganut wisnu yang luas berdiri bedampingan pemukiman komunitas penganut Buddha di sepanjang pesisir kepulauan Indo – Melayu (sebagai contoh di Melayu dan Tarumanegara), adalah cukup masuk akal jika jaringan penganut wisnu dan budha saling bersaing, dan sementara adanya suatu kaitan antaara keduanya tak pernah terbukti, penting untuk dicatat bahwa perkembamgan ajaan Siwa terjadi pada suatu masa di mana mengikuti perkembangan dari kejayaan Kerajaan Sriwijaya. 

Jaringan penganut ajaran Buddha lebih berpengaruh dari pada penganut ajaran Wisnu. Oleh karena itu perkembangan ajaran Siwa bisa di lihat sebagai sebuah mekanisme pertamanan terhadap ekspansi ajaran Buddha. Pada puncaknya dapat diketahui bahwa Siwaisme, seperti ajaran Buddha, juga akhirnya harus mengalah terhadap pengaruh ajaran tantra, terutama pada abad 13 dan 14 M.

Sejarah Ajaran Agama Buddha


Telah menjadi keyakinan umum bahwa peyebaran ajaran Budha di asia Tenggara terjadi setelah konsili kaum Budha yang ke-3, yang diselenggarakan da patalipura(India Utara) dibawah perlindungan raja Mauryan, Asoka (268-233 SM). Menurut catatan-catatan yang ada , konsili ini, yang dipimpin oleh "Thera Monggaliputra Tissa", mendorong ajaran-ajaran Budha dengan mengirimkan para biksu (para 'Dhamma duta")ke sembilan lokasi di luar India Utara. Dua dari mereka, "thera" Sona dan Uttara, dkirim ke "Suvarnablumi" (Burma bawah). 

Kericuhan besar antara komunitas-komunitas penganut Budha ("Sangha) tentang penafsiran ajaran-ajaranBudha juga terjadi dalam konsili ini. Pada masa itu ajaran Budha telah mencabang menjadi berbagai mazab, yang berbeda dalam banyak titik ajaran (diantaranya, perbedaan mereka terkait dengan keagungan para arahant, kemaha tahuan Budha dari masa penciptaan, jalur Bhodisattva, dll. ). Konsili itu berujung dengan adanya sebuah perpecahan historis dari komunitas penganut Budha menjadi dua mazhab yang berbeda: Hinayana (juga dikenal sebagai Theravada atau Hindu orthodoks) dan mazhab Mahayana.

Sekitar pada abad 8 M, kemungkinan besar di bawah pengaruh dinasti pala dari Bengali, mazhab Mahayana mulai mempengaruhi dunia Melayu, kemungkinan untuk alasan-alasan politis dan sosial :
 

1) Mahayana membolehkan pemujaan Buddha sebagai sosok sesembahan, oleh karena itu memungkinkan pengintegrasian pemujaan nenek moyang, para dewa dan ruh-ruh.
 

2) Para raja penganut Buddha setelah kematian suka diakui dan dikenang sebagai Budhisatyva, yang memungkinkannya  untuk mengklaim setatus separoh dewa selama masanya berkuasa.

Pada saat yang sama ,sebuah bentuk esoteris dari ajaran Budha Mahayana yang bernama ajaran Tantra (atau ajaran Budha esoteris), mendapat angin diantara penguasa Melayu, mungkin elalui para pengem bara Cina yang melakukan perjalanan Cina antara Cina dan India. Ada banyak elemen-elemen ajaran Tantra yang terintegrasi dengan  ritual-ritual penganut Budha dan Siwaisme Indo Melayu, begitu juga dalam arsitektur candi-candi mereka(contoh-contoh termasuk nuansa-nuansa Tantrik pada kerajaan sriwijaya, layout candi Borobudur dan beberapa elemen arsitektur seperti bentuk berlian dari puncak candi utama Prambanan).

Kepopuleran ajaran Tantra kemungkinan besar terjadi karena hasil sampingan dari ritual-ritual magisnya, yang menghasilkan Sortileges dan simbol-simbil magis yang digunakan untuk menganugrai atau mengancam para bawahan atau vassal. Ritual-ritual ajaran Tantra juga menetapkan ikatan-ikatan antara para raja dan para hambanya yang penuh takhayul, yang memeungkinkan para raja untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar. Meskipun kebanyakan para raja mengikuti ajara Tantra Jalur Kanan, beberapa dari mereka terbukti menjadi pengkut ajaran Tanatra Jalur Kiri (sebagai contoh Adityawarman, terkadang digambarkan dalam bentuk Bairawa, sosok suci Buddha yang berentuk seperti iblis).

 

Lebih baru Lebih lama