Peran Maria Walanda Maramis
Peran Maria Walanda Maramis - Tidak begitu familiar layaknya Kartini maupun Dewi Sartika, namun peran Maria Walanda Maramis dalam pergerakan nasional Indonesia patut untuk diketahui. Maria Walanda Maramis adalah sosok perempuan pendobrak adat, dan pejuang emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan. Dibawah ini akan diuraikan secara singkat tentang peran Maria Walanda Maramis.
Tatkala
politik etis mulai diberlakukan di Hindia-Belanda pada 1901. Saat itu
pula lah pemikiran-pemikiran baru dan gerakan-gerakan kebangsaan mulai
bertumbuhan di Hindia-Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan nasional mulai lahir, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Indische Partij dan lain-lain mulai menghiasi eukemene negara kolonial. Sebagian besar dari organisasi itu sangat sarat menunjukkan peran besar dari seorang laki-laki dan tidak begitu kentara tentang peran serta dari perempuan. Meskipun begitu, bukan berarti peran dari perempuan sangat tidak ada dalam pergerakan nasional Indonesia.
Maria Walanda Maramis atau yang bernama lengkap Maria Josephine Catherine Maramis lahir di Kema, Sulawesi Utara, pada 1 Desember 1872. Maria Josephin Catherine Maramis atau yang lebih sering dikenal sebagai Maria Walanda Maramis sangat berperan besar bagi memperbaiki kondisi kaum perempuan di Hindia-Belanda (Indonesia) pada permulaan abad ke-20 atau setelah diberlakukannya kebijakan politik etis.
Peran Maria Walanda Maramis dalam bidang politik dan pendidikan dikenang setiap tanggal 1 Desember terutama oleh masyarakat Minahasa sebagai Hari Ibu Maria Walanda Maramis sebagai sosok yang dianggap sebagai pendobrak adat dan pejuang emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan. Maria Walanda Maramis dianggap sebagai salah satu perempuan teladan dari Minahasa yang memiliki bakat istimewa untuk menangkap mengenai apapun juga dan untuk memperkembangkan daya pikirnya, bersifat mudah menampung pengetahuan sehingga lebih sering maju daripada kaum lelaki.
Oleh betapa menginspirasinya kiprah dari Maria Walanda Maramis bagi bangsa Indonesia, terutama untuk masyarakat Minahasa, sebagai upaya untuk mengenang jasa-jasanya dibangun patung Maria Walanda Maramis yang terletak di Kelurahan Komo Luar, Kecamatan Wenang, dekat kota Manado.
Biografi Singkat Maria Walanda Maramis
Maria Walanda Maramis lahir di Kema, Sulawesi Utara dari pasangan Maramis dan
Sarah Rotinsulu. Maria Walanda Maramis adalah anak bungsu dari tiga
bersaudara. Maria Walanda Maramis menjadi yatim-piatu pada saat ia
berumur enam tahun karena kedua orang tuanya jatuh sakit dan meninggal
dalam waktu yang singkat. Paman Maria Walanda Maramis yaitu Rotinsulu
yang waktu itu adalah salah seorang pejabat hukum di Maumbi membawa Maria Walanda Maramis dan saudara-saudaranya ke Maumbi untuk diasuh di
sana.
Maria Walanda Maramis beserta kakak perempuannya
dimasukkan ke Sekolah Melayu di Maumbi. Sekolah Melayu itu mengajarkan
ilmu dasar seperti membaca dan menulis serta sedikit ilmu pengetahuan
dan sejarah. Ini adalah satu-satunya pendidikan resmi yang diterima olehMaria Walanda Maramis dan kakak perempuannya karena perempuan pada saat
itu hanya diharapkan untuk segera menikah dan merawat keluarga.
Pada akhir abad ke-19 hingga permulaan awal abad ke-20, Minahasa yang sebelumnya terbagi menjadi banyak klan (walak)
sedang menuju proses ke arah satu unit geopolitik yang disebut Minahasa
yang berada di dalam suatu tatanan Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda.
Oleh sebab itu, Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda mengadakan perubahan
birokrasi dengan mengangkat pejabat-pejabat tradisional sebagai pegawai
pemerintah yang memiliki gaji (upah) dan berada di bawah kuasa soerang
residen di mana residen ini tentunya adalah orang Belanda.
Komersialisasi agraria yang berkaitan dengan Undang-Undang Agraria 1870
telah melahirkan perkebunan-perkebunan kopi dan kemudian juga kopra
membuat ekonomi ekspor berkembang pesat, penanaman modal mengalir deras,
dan kota-kota lain di Sulawesi Utara mulai tumbuh seperti Tondano,
Tomohom, Romboken, Kwangkoan, dan Langowan
Setelah pindah ke Kota Manado, Maria Walanda Maramis mulai menulis opini di surat kabar setempat yang bernama Tjahaja Siang.
Di dalam artikel-artikel yang ditulisnya, Maria Walanda Maramis
menunjukkan pentingnya peranan ibu di dalam keluarga di mana adalah
kewajiban dari seorang ibu untuk mengasuh dan menjaga kesehatan
anggota-anggota keluarganya. Peran dari seorang ibu juga-lah yang
memberikan pendidikan awal kepada anak-anaknya.
Maria Walanda Maramis yang menyadari bahwa perempuan-perempuan muda pada saat itu perlu untuk diberikan bekal demi menjalani peranan mereka sebagai pengasuh keluarga, maka Maria Walanda Maramis bersama beberapa orang lainnya mendirikan organisasi Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada 8 Juli 1917. Tujuan organisasi PIKAT ini adalah untuk mendidik kaum perempuan yang tamat sekolah dasar dalam hal-hal rumah tangga seperti memasak, menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan, dan sebagainya.
Di bawah kepemimpinan Maria Walanda Maramis di
dalam PIKAT, organisasi PIKAT mulai tumbuh dengan didirikannya
cabang-cabang PIKAT di Minahasa, seperti di Maumbi, Tondano, dan
Motoling. Selain di Minahasa dan sekitarnya, PIKAT juga mendirikan
cabang-cabang di Pulau Jawa yang juga dibentuk oleh kaum perempuan
seperti di Batavia, Bogor, Bandung, Cimahi, Magelang dan Surabaya Pada
tanggal 2 Juni 1918. PIKAT membuka Sekolah Manado, setelah mendirikan sekolah itu, Maria Walanda Maramis terus aktif di dalam PIKAT sampai pada kematiannya pada 22 April 1914.
Itulah deskripsi singkat tentang peran Maria Walanda Maramis dalam pergerakan nasional Indonesia dan sebagai salah satu tokoh penggerak emansipasi wanita.